Muslimah Issue: “Hijabku, Kehormatanku”



Ketika seorang wanita memutuskan berhijab, maka wanita tersebut dinilai telah melekatkan dirinya pada keimanan. Wujud keimanan yang dibangun adalah dengan membangun nilai kehormatan pada pribadi maupun harga dirinya. Untuk itu, mencintai hijab menjadi sebuah hal mutlak bagi muslimah.

Beberapa waktu lalu, umat muslim, khususnya muslimah, dikejutkan dengan munculnya kabar bahwa artis Marshanda telah menanggalkan hijab demi sebuah ekspresi diri. Tentu saja kejadian ini banyak menuai protes dari banyak pihak.
Sebagaimana diketahui, Marshanda adalah artis yang sempat dianggap sebagai role model artis muslimah yang telah hijrah dengan menutup aurat dan berhijab. Namun, rupanya kenyataan berbicara lain. Sang public figure memutuskan untuk tak lagi berhijab.
Marah dan kecewa tentunya bagi mereka yang telah menganggap sang artis sebagai idola. Namun, dari peristiwa ini banyak hal yang patut dijadikan renungan. Bahwa, seharusnya, hijab tak perlu disalahkan. Ketika sebuah masalah datang, maka berhijab tetaplah sebuah keharusan. Karena, hijab adalah kehormatan seorang muslimah itu sendiri yang harus dijaga.

HIJAB ADALAH KEHORMATAN
Seperti yang dijelaskan oleh Ustad Felix Y Siauw, salah satu keimanan seorang muslimah dapat terbentuk ketika mampu menutup auratnya untuk melindungi kehormatan dan menjaga rasa malunya. Hijab sebagai salah satu upaya atau tameng untuk dapat menjaga kehormatan wanita.
“Setiap agama itu memiliki akhlak dan diantara akhlak dalam Islam itu adalah rasa malu. Hal tersebut seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw. Ketika seseorang (muslimah) yang memilih berhijrah ke hijab, maka dirinya juga memiliki niatan untuk mendekati keimanan. Hendaknya ketika berhijab bukan dimanfaatkan sebagai kepentingan fashion saja, tapi juga niat untuk meningkatkan derajat dirinya dan agamanya,” ujar Felix kepada MODIS.
Felix menambahkan bahwa melindungi kehormatan juga berfungsi untuk menjaga kesucian menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mukmin, laki-laki maupun perempuan. Karena, mata bila tidak melihat, maka hati pun tidak berhasrat. “Jika kesucian hati dapat terjaga, maka seorang muslimah pun dapat terhindar dari segala bentuk fitnah. Ketiadaan fitnah pada saat itu lebih nampak karena hijab itu menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, seperti dalam firman Allah SWT, “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya,” (QS Al Ahzab: 32),” jelas Felix.
MELINDUNGI WANITA
Hal senada juga diuangkan Hj Titi Widoretno Warismanatau atau yang akrab disapa Neno Warisman. Selebriti yang kini aktif sebagai penceramah ini mengatakan bahwa sisi kehormatan wanita terletak saat menjaga bagian dalam dirinya. “Wanita ketika memutuskan berhijab, sebenarnya telah melindungi dirinya sendiri dari segala perbuatan maksiat, terutama perbuatan maksiat yang menjurus pada hal-hal yang mencemarkan kesucian wanita yang justru dibenci oleh Allah SWT,” ujar Neno.
Lebih lanjut Neno mengatakan, “Allah SWT telah berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 59, ‘Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu’.”
Karena itu, kata Neno, menutup aurat bagi seorang wanita akan membuat mereka bisa menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa). “Karena itu mereka tidak diganggu,” ucapnya. “Dan pada firman Allah, ‘…Karena itu mereka tidak diganggu’ sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka,” ucap Neno. 






Ustad Wijayanto, Dai

“Hijab Itu Memuliakan”

Karena hijab adalah sebuah komitmen, maka seorang wanita harus bisa memegang teguh komitmen tersebut. Sebab, sebenarnya hijab itu memuliakan wanita. Berikut wawancara MODIS dengan Ustad Wijayanto tentang pentingnya mencintai hijab agar tak menjadi sebuah kesalahan.

Bagaimanakah keutamaan seorang wanita ketika dia memutuskan untuk berhijab?
Hijab juga sebagai wujud ketaatan diri kepada Allah SWT asalkan berhijab itu didasarkan pada niat yang kuat dan keinginan yang mendalam serta merta sebagai tujuan ibadah dan melindungi diri dari pandangan-pandangan yang miring. Dalam firman Allah SWT, “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya’,” (QS An-Nur: 31). Dalam ayat ini menjelaskan pentingnya nilai sebuah kehormatan dan pentingnya wanita untuk menjaga perhiasannya dari pandangan-pandangan negatif orang lain. Setidaknya muslimah tahu bahwa perhiasan dalam dirinya semata diberikan kepada yang memuhrimkannya.

Apakah dengan berhijab juga sebagai cermin keimanan?
Dalam sebuah kisah diceritakan ketika wanita-wanita dari Bani Tamim menemui Ummul Mukminin Aisyah Ra dengan pakaian tipis, beliau berkata: “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.” Dari kisah ini dapat kita tafsirkan bahwasannya ukuran keimanan seorang wanita juga dilihat bagaimana cara berpakaiannya.
Tidak mudah untuk menjadi penampilan hijab yang bernilai syar’i. Karena, nilai syar’i pada hijab sebagai sebagai tolok ukur keimanannya. Kalaupun kita berhijab menutup kepala, tetapi masih saja menunjukkan lekuk tubuh seperti busana yang terlalu pres dengan tubuh, maka kita pun masih mengumbar bagian dari aurat kita, yaitu bentuk tubuh kita sendiri. Model berhijab bisa seperti apapun, asalkan masih memenuhi kriteria yang disyariatkan.

Bagaimana Anda menanggapi seorang muslimah yang memutuskan untuk melepas hijab ketika ada masalah?
Melepas hijab hanya dengan alasan memiliki masalah atau ada pertentangan diri dan lain sebagainya adalah tetap sebuah kesalahan. Karena, ketika sudah hijrah untuk hijab, maka harus memegang komitmen untuk benar-benar menghijabkan diri.
Namun, jika tidak lagi bisa kembali kepada hijab, setidaknya tidak menambah kesalahan dengan menyimpangkan dari akidah agama serta tidak menjadi murtad. Muslimah boleh saja memegang komitmen untuk melakukan perubahan diri agar lebih tawakal walaupun belum ada kesiapan untuk berjilbab. Tapi, hendaknya wanita lebih memprioritaskan untuk berhijab untuk kebaikan dirinya.  *02-gor

Comments

Popular Posts